Jumat, 13 Mei 2011

Data Penurunan Angka Kemiskinan Pemerintah Fiktif

JAKARTA - Data pemerintah terkait penurunan angka kemiskinan di Indonesia hingga sebesar 13 persen tidaklah sesuai dengan kenyataan di lapangan alias fiktif. "Dari kunjungan saya selama reses ke Provinsi Jawa Tengah, saya melihat banyak masyarakat miskin di desa-desa," ungkap Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Poppy Dharsono di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jumat (13/5).

Ia mengatakan, selama masa reses, mengujungi ke desa-desa untuk melihat langsung kehidupan masyarakat desa, serta berdialog baik dengan petani, ulama, pelaku usaha kecil, pemerintah kecamatan, maupun dengan kalangan akademisi di dua kampus ternama di Jawa Tengah. Poppy melanjutkan, dari seluruh dialog yang dilakukannya, jawaban yang seluruhnya menyatakan hal yang sama yakni penduduk miskin masih banyak dan bertambah banyak.


"Data pemerintah yang telah menurunkan angka kemiskinan di Indonesia terjadi karena adanya perbedaan definisi dan kriteria," ujar anggota DPD RI dari daerah pemilihan Jawa Tengah ini.


Berdasarkan kriteria pemerintah, menurut dia, penduduk dikategorikan miskin jika berpenghasilan Rp 6.000 per hari atau sekitar Rp 180.000 per bulan. Dengan kriteria tersebut, berdasarkan data pemerintah penduduk miskin di Indonesia saat ini ada sekitar 43 juta atau 13 persen.


Sedangkan berdasarkan data Bank Dunia, kriteria penduduk miskin adalah jika berpenghasilan 3 dolar AS per hari atau Rp 25.000 per hari atau Rp750.000 per bulan. "Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih dari 100 juta jiwa," bebernya.


Adanya perbedaan definisi dan kriteria ini, Ia menambahkan. memberikan realitas jumlah penduduk miskin yang jauh berbeda. Dengan demikian, lanjut Poppy, pernyataan pemerintah bahwa penduduk miskin terus menurun sejak 2004 hingga saat ini belum sesuai dengan realita di lapangan.


Mantan pragawati ini juga menambahkan, kenyataannya banyak petani yang lahannya semakin sempit dan hasil panennya terus menurun. Bahkan sejumlah daerah yang dulunya menjadi lumbung padi, seperti Sukoharjo dan Klaten, saat ini masyarakatnya justru mengkonsumsi beras miskin (raskin).


Poppy berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib rakyatnya terutama yang tinggal di desa-desa, dengan memberikan pelatihan serta membangun industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja sesuai dengan karakter masing-masing daerah. "Jika kemiskinan tidak segera diatasi maka ini dapat berpotensi memunculkan konflik sosial dan dalam jangka panjang bisa memicu disintegrasi bangsa," kata Poppy. [mad]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar