Senin, 10 Maret 2014

Anak-anak Minta Dolly dan Jarak Ditutup Segera

citijournal/istimewa
SURABAYA - Penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, rupanya mendapatkan energy baru berupa dukungan dari beberapa anak yang  tinggal di kedua lokalisasi tersebut. Hal ini terungkap dari hasil penelitian survey yang dilakukan oleh IDIAL MUI Jatim yang dilakukan selama bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2013.

Dalam penelitian tersebut dilakukan survey terhadap 50 responden yang terdiri dari 10 WTS, 10 Mucikari, 5 Pramujasa, 5 Pedagang UKM , 10 Rumah Tangga Biasa dan 10 anak – anak.

Ketua Hotline Pendidikan Jatim, Isa Ansori mengatakan sejatinya mereka tidak menolak penutupan kecuali bila pemerintah bisa memberi kepastian tentang apa yang bisa mereka lakukan bila dilakukan penutupan serta bantuan fasilitasi untuk berusaha. Sedang mereka yang setuju penutupan adalah mereka yang rata – rata menjadi ‘korban’ dari bisnis prostitusi tersebut.

“ Ini karena memang mereka tidak mendapatkan manfaat sedikitpun dari aktifitas prostitusi di kedua lokalisasi tersebut. Terutama anak-anak, yang tinggal dilokalisasi tersebut menyatakan 100 % setuju Dolly dan Jarak ditutup secepat mungkin,” ujarnya kepada Koran Madura, Senin (10/3).

Menurut Isa Ansori, anak – anak itu berpendapat setuju, karena memang dilokalisasi tersebut mereka merasa terganggu terhadap aktifitas prostitusi. Adapaun hal–hal yang dirasa mengganggu adalah, seringnya mereka melihat para WTS yang berpakaian seronok, melakukan adegan ciuman dan mabuk ditempat terbuka, suara dentuman musik yang sangat keras pada jam–jam disaat anak–anak belajar, pertengkaran. Bahkan,  kata – kata seronok yang sering mereka dengarkan.

“Mereka akan tumbuh dewasa sebelum waktunya karena mereka bisa tahu hal – hal yang dilakukan oleh orang dewasa. Apa yang mereka lihat dan alami tersebut berpengaruh buruk terhadap perilaku dan cara bergaulnya, sehingga mereka sering menjumpai teman seusianya melakukan hal – hal yang sejatinya tidak boleh dilakukan oleh anak – anak,” paparnya.

Apa yang menjadi suara anak – anak di daerah lokalisasi tersebut, lanjut Isa, sudah seharusnya pemerintah segera melakukan penutupan. “Bagi mereka yang menolak diharapkan pemerintah bisa memberi pengertian dan pemahaman bahwa penutupan lokalisasi bukanlah kiamat, tetapi sebetulnya berkah bagi penyelamatan martabat kemanusiaan mereka,” imbuhnya.

Dalam penelitian yang bersifat kualitatif tersebut semua responden diwawancarai dengan panduan pertanyaan yang dilakukan oleh Tim IDIAL Jatim. Pertanyaan yang disebarkan berkaitan dengan kepercayaan diri dan motovasi berkarya mereka semua setelah dilakukan penutupan lokalisasi.
sumber: IDIAL Jatim


Untuk responden yang tidak setuju penutupan rata – rata didominasi oleh mereka yang tergantung secara langsung terhadap aktifitas prostitusi serta mereka masih belum mendapatkan jaminan kepastian kehidupan mereka setelah penutupan lokalisasi, seperti WTS sebesar 65 %, Mucikari 100 %, Rumah Tangga 40 % , Pedagang 50 %, Parumajasa 80 %. (G. Armadianto Semeru)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar